http://sendang-wilisku.blogspot.com (blog-e konco dewe)

Selasa, 25 Februari 2014

Ayah: Sebuah Anugerah” Ungkapan Hati Seorang Anak

Malam ini, tak terasa air mata deras mengalir membasahi pipiku. Berteman notebook dan tumpukan buku, anganku bergegas menerawang kenangan masa lalu. Saat-saat membersama Ayah tercinta, yang begitu kental menjejakkan arti di kedalaman kalbu.
Adalah sebuah kisah, kenyataan juang seorang Ayah di desa terpencil, di Jawa Tengah. Usia yang tak lagi muda, tetap tak memupuskan semangat untuk membesarkan dan mendidik anak semata wayang sampai meraih cita yang diidamkan. Ia tak berpendidikan tinggi, layaknya saudara dan tetangga di kampungnya yang bisa sekolah sampai SMA bahkan perguruan tinggi. Ia hanya lulusan Sekolah Dasar. Fakta hidup bahwa ia adalah anak tertua di keluarga, membuatnya lebih dewasa, menjadi tumpuan kelangsungan hidup dan pendidikan adik-adiknya. Meski usia masih muda, ia adalah tulang punggung keluarga. Tak pernah terbesit sedikit pun berontak, berlari meninggalkan tanggung jawab, dan membiarkan kedua orang tuanya yang sudah menginjak lanjut usia mengurus keluarga. Alhasil, setamat SD ia langsung merantau mencari sesuap nasi untuk menghidupi kelima adik dan orang tua tercinta.
Tempaan hidup, kematangan, dan kesabaran memikul tanggung jawab sewaktu muda, membawanya menjadi pribadi yang berwibawa. Sampai, suatu saat ia ditinggalkan istri tercinta, yang mendahului bertemu Sang Pencipta. Saat Ibunda tutup usia, saya masih berumur 3 tahun. Saat itu, Ayah memutuskan untuk ‘tidak’ menikah kembali sebelum melihat buah hatinya besar dan sukses. Entah, jujur keputusan ini belum saya dengar langsung dari Ayah. Tak sedikit pun ia pernah bercerita tentang dirinya. Namun, dari kisah yang saya dapat dari teman dan kerabat dekatnya, begitulah Ayah bertekad.
Sesosok Ayah yang hebat. Itulah kalimat ringkas, yang meski sederhana tapi menurut saya cukup mewakili pengorbanan Ayah dalam memperjuangkan hidup dan penghidupan keluarga. Masih tersimpan dalam memori otak saya, beberapa episode mengharukan bersamanya.
Sewaktu kecil, melihat anak-anak berseragam putih merah berangkat menimba ilmu, saya merengek minta masuk sekolah. Segala upaya dilakukan Ayah, kakek, dan nenek untuk meredam ‘tindakan aneh’ saya yang menginginkan sekolah. Saat itu kata guru SD usia saya belum mencukupi kriteria masuk sekolah. Tak lazim anak seumuran saya sudah masuk sekolah, harus menunggu waktu setahun lagi baru boleh mengenyam pendidikan SD (‘kebijakan’ yang baru saya sadari berbeda dengan kenyataan di kota besar, usia saya saat itu sebenarnya sudah diperbolehkan sekolah). Berulang kali Ayah menjelaskan kepada saya alasan kenapa tidak boleh sekolah saat itu. Namun, berulang kali juga rengekan saya menjadi-jadi. Akhirnya, dengan segala upaya Ayah mencoba menuturkan keinginan saya ke pihak sekolah. Alhamdulillah, akhirnya saya bisa mengenyam pendidikan Sekolah Dasar. Dari sini saya belajar, betapa rasa sayang sesosok lelaki ber-‘mahkota’ Ayah sangat tinggi terhadap buah hatinya.
Lain waktu, saat saya duduk di bangku SLTP, ada kejadian yang tak kalah mengharubirukan hati. Kala itu, hujan semalam yang mengguyur bumi menyisakan limpahan air bah banjir di desa dan kecamatan kami. Pagi hari menjelang jam berangkat sekolah, dengan sisa-sisa air banjir yang masih mengalir deras menyusuri jalanan tak beraspal, tak mungkin bagi saya naik sepeda seperti biasa karena jalanan becek. Pun, tak mudah bagi saya mendapatkan angkutan umum semacam mini bus karena pagi itu jam padat anak sekolah dan pedagang. Di tengah kesulitan dan keinginan masuk sekolah tersebut, Ayah menyambut dengan tindakan. Ia akan mengantarkan saya ke sekolah dengan sepeda tuanya. Artinya, ia menerjang deras nya aliran banjir, mengalahkan liatnya tanah yang menempel di roda-roda sepeda, serta menempuh minimal setengah jam perjalanan dari rumah ke sekolah yang berada di pusat kecamatan. Itulah Ayah. Ia mengajari ku arti pengorbanan. Tak ada rasa malu baginya mengantarkan buah hati menuju cita-cita ‘bersekolah’ meski hanya berbekal sepeda tua, berlomba menunjukkan ‘cinta’-nya kepada orang tua lain yang mengantarkan anak mereka dengan sepeda motor atau mobil pribadi. Ketika kaki berlumur lumpur itu mengayuh sepeda, kulihat wajah yang tetap anggun dan memancarkan aura semangat kepada jantung hatinya. Seolah-olah, dengan tetes keringat yang menempel di dahi bergurat terik mentari itu ia berkata “Nak, ayo…Ayah mendukungmu. Apa pun yang kamu inginkan, kan kuturuti. Tak peduli kata orang. Semampu ku, insya Allah akan ku bantu”.
Menjelang lulus SMU, alhamdulillah saya diterima di sebuah Perguruan Tinggi Negeri ternama melalui jalur PMDK. Saya ingat, saat itu masih bulan Maret-April. Jauh hari sebelumnya, saya pernah berujar pada Ayah bahwa saya akan melanjutkan kuliah. Mendengar keinginan saya, Ayah pun bertanya tentang waktu masuk kuliah nya. Karena dulu saya belum menentukan secara spesifik akan melanjutkan ke PT mana dan jurusan apa, saya bilang sesuai pengetahuan saya bahwa biasanya mahasiswa mulai aktif kuliah bulan Agustus atau September. Apa gerangan Ayah menanyakannya? Ya, tentu berkaitan dengan persiapan dana yang tidak sedikit untuk masuk kuliah. Namun, pengumuman PMDK yang ‘lebih’ awal, sempat membuat saya kaget bercampur gembira. Di pengumuman tersebut, saya harus mendaftar ulang dan memulai kuliah matrikulasi bulan Juni. Ini 3 bulan lebih awal dari bayangan saya. Kabar ini langsung saya beritakan kepada Ayah. Lalu, surat pengumuman pun saya berikan. Melihat isi pengumuman, Ayah gembira. Namun, sejurus kemudian ia termenung dan dengan mata agak berkaca-kaca ia berujar, “Jadi, masuknya bulan Juni?”
Tak aneh bagi saya mendengar pertanyaan Ayah. Ya, terkaan saya benar: biaya. Setidaknya jadwal kuliah yang lebih awal itu belum diprediksi Ayah. Boleh jadi, saat itu ia belum memperoleh uang yang cukup untuk membiayai perkuliahan saya. Dengan nada optimis, saya berujar pada Ayah “Tenang, Ayah…nggak usah mempermasalahkan biaya. Insya Allah saya akan usaha nyari uang pinjaman ke guru-guru di SMU”. Entah, kenapa saat itu saya sangat optimis. Mungkin, keinginan terbesar saat itu bagi saya adalah bagaimana mata Ayah yang berkaca-kaca, disertai dengan suara bergetar karena menangis belum mendapatkan sejumlah uang yang harus disiapkan untuk daftar ulang kuliah, segera terhenti dan beralih bahagia karena anak semata wayangnya diterima kuliah di PTN favorit. Masya Allah, fabi ayyi aalaa’i robbikumaa tukadz-dzibaan? Bukankah Engkau telah menganugerahkan Ayah yang pantang menyerah menyekolahkan anak-nya? (*/Syef)
“Semoga Allah melimpahkan nikmat iman, Islam, dan keberkahan hidup pada Ayahanda nun jauh di sana. Maafkan, Ananda belum bisa menjadi tumpuan yang diharapkan. Suatu saat, kuingin kita berkumpul, bercerita tentang anakmu, harapanmu, dan kebahagiaanmu”.
(*/Sebagaimana dikisahkan oleh seorang mahasiswa. Kini, ia tengah menempuh program magister sambil bekerja di sebuah institusi perguruan tinggi. Semasa meraih pendidikan sarjana, ia mendapatkan beasiswa penuh dari berbagai institusi dan atas nama pribadi. “Saya yakin, Allah selalu memberikan yang terbaik bagi kami”, ujarnya optimis)

Sumber: dakwatuna.

Kelut meletus

Gunung Kelud telah meletus Kamis (13/2) malam sekitar pukul 22.50 WIB. Ribuan warga sekitar,  mengungsi  ke Wilayah Kabupaten Tulungagung.

Hujan abu dan pasir menyelimuti  sebagian besar Wilayah Tulungagung mulai tengah malam, dan mulai reda sekitar pukul 03.30 WIB Jum’at dini hari. Puncak gunung, terlihat kilat terus menerus yang mengindikasikan erupsi terus berlangsung. Visual kondisinya gelap. 
Dengan Himbauan yang dilakukan  pihak berwenang setempat, apabila Gunung Kelud Erepsi  agar Masyarakat   mengungsi ke luar radius 10 kilometer dari lereng Gunung Kelud. Semalam sebagian masyarakat sekitar kelut telah  mengungsi   ke Kabupaten Tulungagung
Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, SE bersama jajaranya dengan sigap menyambut kedatangan para pengungsi erupsi Gunung Kelud, mereka rata-rata warga Blitar dan sekitarnya. Oleh Pemkab Tulungagung para pengungsi ditempatkan di 16 titik dengan total 1.172  Jiwa. Pada malam itu juga, para pengunsi didata serta diberikan bantuan makan, snack dan air mineral.
Kabag Humas Setda Tulungagung, Drs. Mardjaji, MM mengatakan, Bupati tadi malam langsung meninjau lokasi di GOR Rejoagung tempat para pengungsi erupsi Gunung Kelud berkumpul. Syahri Mulyo langsung memimpin untuk memastikan penanganan dan pemberian bantuan kepada pengungsi secara baik.  
“ Pak Bupati tadi malam langsung berada dilokasi pengungsian Rejoagung, dan memerintahkan kapada pejabat terkait untuk memberikan bantuan  kepada pengungsi secara baik, Ujar Mardjaji.
Seperti kita ketahui, akibat  erupsi Gunung Kelud telah menimbulkan Hujan abu dan kerikil hingga merambak Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Trenggalek yang berjarak lebih dari 50 kilometer arah barat Gunung Kelud. Di Tulungagung Hujan abu  telah menutupi jalan setebal sekitar 1 cm. (sumber/Humas)

13 Sifat Laki-laki Yang Tidak Disukai Perempuan

Para istri atau kaum wanita adalah manusia yang juga mempunyai hak tidak suka kepada laki-laki karena beberapa sifa-sifatnya. Karena itu kaum lelaki tidak boleh egois, dan merasa benar. Melainkan juga harus memperhatikan dirinya, sehingga ia benar-benar bisa tampil sebagai seorang yang baik. Baik di mata Allah, pun baik di mata manusia, lebih-lebih baik di mata istri. Ingat bahwa istri adalah sahabat terdekat, tidak saja di dunia melainkan sampai di surga. Karena itulah perhatikan sifat-sifat berikut yang secara umum sangat tidak disukai oleh para istri atau kaum wanita. Semoga bermanfaat.
Pertama, Tidak Punya Visi
Setiap kaum wanita merindukan suami yang mempunyai visi hidup yang jelas. Bahwa hidup ini diciptakan bukan semata untuk hidup. Melainkan ada tujuan mulia. Dalam pembukaan surah An Nisa’:1 Allah swt. Berfirman: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. Dalam ayat ini Allah dengan tegas menjelaskan bahwa tujuan hidup berumah tangga adalah untuk bertakwa kepada Allah. Takwa dalam arti bersungguh mentaati-Nya. Apa yang Allah haramkan benar-benar dijauhi. Dan apa yang Allah perintahkan benar ditaati.
Namun yang banyak terjadi kini, adalah bahwa banyak kaum lelaki atau para suami yang menutup-nutupi kemaksiatan. Istri tidak dianggap penting. Dosa demi dosa diperbuat di luar rumah dengan tanpa merasa takut kepada Allah. Ingat bahwa setiap dosa pasti ada kompensasinya. Jika tidak di dunia pasti di akhirat. Sungguh tidak sedikit rumah tangga yang hancur karena keberanian para suami berbuat dosa. Padahal dalam masalah pernikahan Nabi saw. bersabda: “Pernikahan adalah separuh agama, maka bertakwalah pada separuh yang tersisa.”
Kedua, Kasar
Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Ini menunjukkan bahwa tabiat wanita tidak sama dengan tabiat laki-laki. Karena itu Nabi saw. menjelaskan bahwa kalau wanita dipaksa untuk menjadi seperti laki-laki tulung rusuk itu akan patah. Dan patahnya berarti talaknya. Dari sini nampak bahwa kaum wanita mempunyai sifat ingin selalui dilindungi. Bukan diperlakukan secara kasar. Karena itu Allah memerintahkan para suami secara khusus agar menyikapi para istri dengan lemah lembut: Wa’aasyiruuhunna bil ma’ruuf (Dan sikapilah para istri itu dengan perlakuan yang baik) An Nisa: 19. Perhatikan ayat ini menggambarkan bahwa sikap seorang suami yang baik bukan yang bersikap kasar, melainkan yang lembut dan melindungi istri.
Banyak para suami yang menganggap istri sebagai sapi perahan. Ia dibantai dan disakiti seenaknya. Tanpa sedikitpun kenal belas kasihan. Mentang-mentang badannya lebih kuat lalu memukul istri seenaknya. Ingat bahwa istri juga manusia. Ciptaan Allah. Kepada binatang saja kita harus belas kasihan, apalagi kepada manusia. Nabi pernah menggambarkan seseorang yang masuk neraka karena menyikas seekor kucing, apa lagi menyiksa seorang manusia yang merdeka.
Ketiga, Sombong
Sombong adalah sifat setan. Allah melaknat Iblis adalah karena kesombongannya. Abaa wastakbara wakaana minal kaafiriin (Al Baqarah:34). Tidak ada seorang mahlukpun yang berhak sombong, karena kesombongan hanyalah hak priogatif Allah. Allah berfirman dalam hadits Qurdsi: “Kesombongan adalah selendangku, siapa yang menandingi aku, akan aku masukkan neraka.” Wanita adalah mahluk yang lembut. Kesombongan sangat bertentangan dengan kelembutan wanita. Karena itu para istri yang baik tidak suka mempunyai suami sombong.
Sayangnya dalam keseharian sering terjadi banyak suami merasa bisa segalanya. Sehingga ia tidak mau menganggap dan tidak mau mengingat jasa istri sama sekali. Bahkan ia tidak mau mendengarkan ucapan sang istri. Ingat bahwa sang anak lahir karena jasa kesebaran para istri. Sabar dalam mengandung selama sembilan bulan dan sabar dalam menyusui selama dua tahun. Sungguh banyak para istri yang menderita karena prilaku sombong seorang suami.
Keempat, Tertutup
Nabi saw. adalah contoh suami yang baik. Tidak ada dari sikap-sikapnya yang tidak diketahui istrinya. Nabi sangat terbuka kepada istri-istrinya. Bila hendak bepergian dengan salah seorang istrinya, nabi melakukan undian, agar tidak menimbulkan kecemburuan dari yang lain. Bila nabi ingin mendatangi salah seorang istrinya, ia izin terlebih dahulu kepada yang lain. Perhatikan betapa nabi sangat terbuka dalam menyikapi para istri. Tidak seorangpun dari mereka yang merasa didzalimi. Tidak ada seorang dari para istri yang merasa dikesampingkan.
Kini banyak kejadian para suami menutup-nutupi perbuatannya di luar rumah. Ia tidak mau berterus terang kepada istrinya. Bila ditanya selalu jawabannya ngambang. Entah ada rapat, atau pertemuan bisnis dan lain sebagainya. Padahal tidak demikian kejadiannya. Atau ia tidak mau berterus terang mengenai penghasilannya, atau tidak mau menjelaskan untuk apa saja pengeluaran uangnya. Sikap semacam ini sungguh sangat tidak disukai kaum wanita. Banyak para istri yang tersiksa karena sikap suami yang begitu tertutup ini.
Kelima, Plinplan
Setiap wanita sangat mendambakan seorang suami yang mempunyai pendirian. Bukan suami yang plinplan. Tetapi bukan diktator. Tegas dalam arti punya sikap dan alasan yang jelas dalam mengambil keputusan. Tetapi di saat yang sama ia bermusyawarah, lalu menentukan tindakan yang harus dilakukan dengan penuh keyakinan. Inilah salah satu makna qawwam dalam firman Allah: arrijaalu qawwamuun alan nisaa’ (An Nisa’:34).
Keenam, Pembohong
Banyak kejadian para istri tersiksa karena sang suami suka berbohong. Tidak mau jujur atas perbuatannya. Ingat sepandai-pandai tupai melompat pasti akan jatuh ke tanah. Kebohongan adalah sikap yang paling Allah benci. Bahkan Nabi menganggap kebohongan adalah sikap orang-orang yang tidak beriman. Dalam sebuah hadits Nabi pernah ditanya: hal yakdzibul mukmin (apakah ada seorang mukmin berdusta?) Nabi menjawab: Laa (tidak). Ini menunjukkan bahwa berbuat bohong adalah sikap yang bertentangan dengan iman itu sendiri.
Sungguh tidak sedikit rumah tangga yang bubar karena kebohongan para suami. Ingat bahwa para istri tidak hanya butuh uang dan kemewahan dunia. Melainkan lenbih dari itu ia ingin dihargai. Kebohongan telah menghancurkan harga diri seorang istri. Karena banyak para istri yang siap dicerai karena tidak sanggup hidup dengan para sumai pembohong.
Ketujuh, Cengeng
Para istri ingin suami yang tegar, bukan suami yang cengeng. Benar Abu Bakar Ash Shiddiq adalah contoh suami yang selalu menangis. Tetapi ia menangis bukan karena cengeng melainkan karena sentuhan ayat-ayat Al Qur’an. Namun dalam sikap keseharian Abu Bakar jauh dari sikap cengeng. Abu Bakar sangat tegar dan penuh keberanian. Lihat sikapnya ketika menghadapi para pembangkang (murtaddin), Abu Bakar sangat tegar dan tidak sedikitpun gentar.
Suami yang cenging cendrung nampak di depan istri serba tidak meyakinkan. Para istri suka suami yang selalu gagah tetapi tidak sombong. Gagah dalam arti penuh semangat dan tidak kenal lelah. Lebih dari itu tabah dalam menghadapi berbagai cobaan hidup.
Kedelapan, Pengecut
Dalam sebuah doa, Nabi saw. minta perlindungan dari sikap pengecut (a’uudzubika minal jubn), mengapa? Sebab sikap pengecut banyak menghalangi sumber-sumber kebaikan. Banyak para istri yang tertahan keinginannya karena sikap pengecut suaminya. Banyak para istri yang tersiksa karena suaminya tidak berani menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Nabi saw. terkenal pemberani. Setiap ada pertempuran Nabi selalu dibarisan paling depan. Katika terdengar suara yang menakutkan di kota Madinah, Nabi saw. adalah yang pertama kaluar dan mendatangi suara tersebut.
Para istri sangat tidak suka suami pengecut. Mereka suka pada suami yang pemberani. Sebab tantangan hidup sangat menuntut keberanian. Tetapi bukan nekad, melainkan berani dengan penuh pertimbangan yang matang.
Kesembilan, Pemalas
Di antara doa Nabi saw. adalah minta perlindingan kepada Allah dari sikap malas: allahumma inni a’uudzubika minal ‘ajizi wal kasal , kata kasal artinya malas. Malas telah membuat seseorang tidak produktif. Banyak sumber-sumber rejeki yang tertutup karena kemalasan seorang suami. Malas sering kali membuat rumah tangga menjadi sempit dan terjepit. Para istri sangat tidak suka kepada seorang suami pemalas. Sebab keberadaanya di rumah bukan memecahkan masalah melainkan menambah permasalah. Seringkali sebuah rumah tangga diwarnai kericuhan karena malasnya seorang suami.
Kesepuluh, Cuek Pada Anak
Mendidik anak tidak saja tanggung jawab seorang istri melainkan lebih dari itu tanggung jawab seorang suami. Perhatikan surat Luqman, di sana kita menemukan pesan seorang ayah bernama Luqman, kepada anaknya. Ini menunjukkan bahwa seorang ayah harus menentukan kompas jalan hidup sang anak. Nabi saw. Adalah contoh seorang ayah sejati. Perhatiannya kepada sang cucu Hasan Husain adalah contoh nyata, betapa beliau sangat sayang kepada anaknya. Bahkan pernah berlama-lama dalam sujudnya, karena sang cucu sedang bermain-main di atas punggungnya.
Kini banyak kita saksikan seorang ayah sangat cuek pada anak. Ia beranggapan bahwa mengurus anak adalah pekerjaan istri. Sikap seperti inilah yang sangat tidak disukai para wanita.
Kesebelas, Menang Sendiri
Setiap manusia mempunyai perasaan ingin dihargai pendapatnya. Begitu juga seorang istri. Banyak para istri tersiksa karena sikap suami yang selalu merasa benar sendiri. Karena itu Umar bin Khaththab lebih bersikap diam ketika sang istri berbicara. Ini adalah contoh yang patut ditiru. Umar beranggapan bahwa adalah hak istri mengungkapkan uneg-unegnya sang suami. Sebab hanya kepada suamilah ia menemukan tempat mencurahkan isi hatinya. Karena itu seorang suami hendaklah selalu lapang dadanya. Tidak ada artinya merasa menang di depan istri. Karena itu sebaik-baik sikap adalah mengalah dan bersikap perhatian dengan penuh kebapakan. Sebab ketika sang istri ngomel ia sangat membutuhkan sikap kebapakan seorang suami. Ada pepetah mengatakan: jadilah air ketika salah satunya menjadi api.
Keduabelas, Jarang Komunikasi
Banyak para istri merasa kesepian ketika sang suami pergi atau di luar rumah. Sebaik-baik suami adalah yang selalu mengontak sang istri. Entah denga cara mengirim sms atau menelponnya. Ingat bahwa banyak masalah kecil menjadi besar hanya karena miskomunikasi. Karena itu sering berkomukasi adalah sangat menentukan dalam kebahagiaan rumah tangga.
Banyak para istri yang merasa jengkel karena tidak pernah dikontak oleh suaminya ketika di luar rumah. Sehingga ia merasa disepelekan atau tidak dibutuhkan. Para istri sangat suka kepada para suami yang selalu mengontak sekalipun hanya sekedar menanyakan apa kabarnya.
Ketigabelas, Tidak Rapi dan Tidak Harum
Para istri sangat suka ketika suaminya selalu berpenampilan rapi. Nabi adalah contoh suami yang selalu rapi dan harum. Karena itu para istrinya selalu suka dan bangga dengan Nabi. Ingat bahwa Allah Maha indah dan sangat menyukai keindahan. Maka kerapian bagian dari keimanan. Ketika seorang suami rapi istri bangga karena orang-orang pasti akan berkesan bahwa sang istri mengurusnya. Sebaliknya ketika sang suami tidak rapi dan tidak harum, orang-orang akan berkesan bahwa ia tidak diurus oleh istrinya. Karena itu bagi para istri kerapian dan kaharuman adalah cermin pribadi istri. Sungguh sangat tersinggung dan tersiksa seorang istri, ketika melihat suaminya sembarangan dalam penampilannya dan menyebarkan bahu yang tidak enak. Allahu a’lam

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2008/06/03/695/13-sifat-laki-laki-yang-tidak-disukai-perempuan

Agar Disayang Istri Setiap Hari

Dalam kehidupan keluarga, sering dijumpai hal-hal yang tidak menyenangkan hati suami maupun istri. Suami merasa jengkel dengan sikap, perkataan atau perbuatan istri; dan istri merasa jengkel atas sikap, perkataan atau perbuatan suami. Akumulasi dari kejengkelan atau ketidaknyamanan yang bermula dari hal-hal kecil ini akan menumpuk menjadi sesuatu perasaan kejengkelan dan ketidaknyamanan yang besar.
Padahal sesungguhnya, mereka tidak sedang mempersoalkan hal-hal yang besar. Mereka hanya berhadapan dengan rutinitas kehidupan yang mengalir begitu saja setiap harinya. Bukan sebuah rekayasa atau konspirasi, namun respon spontan yang kadang tidak menyenangkan pasangan. Hal yang tidak menyenangkan ini bisa berulang setiap hari, yang akhirnya menimbulkan kesan betapa banyak ketidaknyamanan mereka rasakan.
Sebagai suami, kita harus selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi istri dan anak-anak. Istri akan selalu merasa nyaman, senang dan bahagia di dekat suami, apabila suami mampu memberikan hal terbaik sesuai harapan istri. Seringkali harapan itu bukan sesuatu yang besar atau muluk-muluk, justru hal-hal praktis yang sesungguhnya mudah untuk dilakukan suami. Namun dalam beberapa kejadian, banyak suami yang enggan untuk melakukan hal-hal praktis tersebut.
Agar Selalu Disayang Istri
Karena hal-hal yang menjengkelkan itu banyak bermula dari hal sederhana dan praktis, maka hal yang menyenangkan pun banyak bermula dari hal-hal sederhana dan praktis. Bagi para suami, coba lakukan beberapa hal sederhana dan praktis berikut, agar selalu disayang oleh istri.
1. Biasakan mengobrol dengan istri
Mengobrol adalah hal yang sangat disenangi perempuan pada umumnya. Rata-rata perempuan memiliki kecerdasan linguistik yang lebih tinggi dibanding laki-laki, memiliki kosa kata yang lebih banyak dibanding laki-laki, dan meringankan beban masalah dengan jalan menceritakan kepada orang lain. Dengan demikian, mengobrol adalah “kebutuhan pokok” istri yang harus dipenuhi suami.
Kadang karena alasan kesibukan atau kelelahan, banyak suami tidak memiliki waktu untuk berbicara dengan istri. Karena suami di rumah diam saja, tidak bisa diajak bicara, tidak nyaman diajak berdiskusi, tidak suka membuka pembicaraan, hal ini cukup memberikan tekanan perasaan ketidaknyamanan pada istri. Ia akan merasa tidak diperhatikan, tidak dibutuhkan dan tidak dicintai, hanya karena suami jarang mengobrol dengan istri.
2. Berikan bantuan praktis kepada istri
Ini bukan soal hak dan kewajiban, namun lebih kepada sikap empati dan kepekaan suami untuk melihat hal yang diperlukan istri. Ketika pagi hari istri sibuk menyiapkan berbagai keperluan rutin keluarga, sejak dari memasak nasi, merebus air, menyiapkan perlengkapan mandi anak-anak, menyiapkan baju sekolah anak-anak, menyiapkan perlengkapan sekolah anak-anak, membersihkan dapur dan rumah, akan sangat menyenangkan bagi istri apabila suami membantunya tanpa diminta.
Pertolongan praktis ini bisa dilakukan spontan, misalnya dengan menawarkan membantu satu bagian pekerjaan tertentu. “Apa yang bisa aku bantu? Mungkin aku saja yang menyiapkan sarapan, ibu menyiapkan keperluan sekolah anak-anak”. Tawaran spontan seperti ini sangat menyenangkan istri. Bahkan merasa surprise karena suami mau melakukan hal-hal teknis untuk keperluan keluarga.
Bagi pasangan yang sudah biasa berbagi tugas dalam segala hal, akan tetap menyenangkan hati istri apabila suami memberikan bantuan praktis atas tugas yang sedang dikerjakan istri. “Ini memang tugasmu, tapi aku sangat senang membantumu”.
3. Segera respon keinginan atau permintaannya
Ketika istri sedang sibuk mengurus berbagai keperluan anak-anak, kadang ia merasa kewalahan untuk menyelesaikan semuanya. Akan menjadi hal yang menyenangkan hati istri, apabila suami bersegera merespon permintaannya. Ketika istri meminta tolong kepada suami, “Pak tolong anak-anak segera dibangunkan untuk shalat Subuh dan bersiap ke sekolah. Ibu sedang menyiapkan masakan untuk sarapan ini”; akan sangat menyenangkan istri apabila suami segera bangkit melakukan permintaan istri tersebut.
Tidak perlu dimaknai bahwa itu adalah “perintah”, namun maknai bahwa hal itu adalah panggilan sayang istri yang ingin menguatkan kebersamaan dalam rumah tangga. Kadang suami tersinggung mendengar permintaan istri seperti itu, “Masak saya sebagai suami selalu disuruh-suruh istri…” keluh seorang suami. Semestinya itu tidak perlu dimaknai sebagai perintah istri, tapi sebagai ungkapan kasih sayang istri kepada suami.
4. Berikan perhatian pada sisi pribadi dan kegiatannya
Akan sangat menyenangkan hati istri apabila suami memberikan perhatian pada sisi pribadi maupun pekerjaannya. Misalnya memuji penampilannya, atau sebuah kejutan dan hadiah sederhana namun indah ulang tahunnya, atau memberikan ucapan selamat atas prestasi kerjanya. Itu adalah contoh perhatian pada sisi-sisi pribadi dan pekerjaan istri, walaupun pekerjaan itu di rumah sendiri.
Misalnya ungkapan, “Luar biasa pintarnya Ibu menata taman rumah kita. Sekarang jadi tampak indah dan menarik”. Atau ungkapan, “Kamar kita selalu bersih dan wangi, ini karena ditata oleh istri yang cantik dan wangi”. Apresiasi seperti ini menunjukkan adanya perhatian dan kepedulian suami terhadap jerih payah istri melakukan kegiatan di rumah.
Cobalah hal-hal sederhana itu setiap hari, niscaya Anda akan disayang istri Anda setiap hari pula.

Sumber: dakwatuna

Selasa, 18 Februari 2014

Merapi Menggeliat

Merapi Menggeliat

Senin, 10 Februari 2014

Coretan kecil

Allahu akbar! Maha Besar Allah dengan segala keajaiban penciptaan makhluk bergelar khalifah di muka bumi-Nya ini. Tentu dengan segala rintihan sakit dan mekarnya senyum semua kita lalui dengan izin-Nya.
Hampir kugenapkan 3 bulan berbenah di sini. Di tempat luar biasa yang hampir setiap hari mengajarkanku segala bentuk pengabdian seorang Ibu pada anaknya, ketundukan dan keikhlasan seorang istri pada lelaki yang menggelari diri sebagai penyambung pikulan amanah dari Ayahnya.
Iya benar. Tempat ini menyulap segala sisi kerasnya pendapatku terhadap sosok lelaki, melebur keyakinanku bahwa kaum adam ini kadang hanya mengerti perintah tanpa mendalami jalan naluri. Ah… bisa jadi ini perjalanan baru buatku dengan mengamati segala apa yang terjadi di sini, di samping ruang kerjaku yang hanya berbatas dinding dan pintu keluar masuk.
Bagaimana mungkin aku tak banyak menggenangi otak dengan kondisi luar biasa ini, kondisi yang sebelumnya jarang kutemui. Setiap hari aku menyaksikan para Ibu dengan perut besarnya menuju klinik bersalin itu dengan berbagai macam maksud dan tujuan kedatangan mereka: periksa janin, kontrol bulanan, USG, bahkan ada yang datang dengan lipatan kening yang susah dihitung karena menahan sakit keburu lahiran.
Wah… sebenar-benar pembelajaran berarti untukku yang di seperlima abad usiaku tidak pernah berpikir sejauh ini. Ya… baru akhir-akhir ini saja aku sadar bahwa hal ini milk wanita. Ya… kamu benar lagi… aku wanita, tepatnya wanita yang sudah bisa merasakan sakitnya apa yang pernah kulihat dari Ibu hebat tadi pagi itu.
Ini jam istirahat shalat Dzuhur dan makan siang. Mungkin pekan ini sudah ketiga kalinya aku mendengar rintihan halus dan tarik napas teratur dari ruang bersalin itu. Tepat di belakang ruangan tempat makan siangku kali ini, lagi-lagi aku keringat dingin, menarik nafas dan sesak sesaat. Ya Rabb… tiba-tiba aku merindukan sosok hebat itu, tiba-tiba aku ingin dia ada di sini menceritakan semua apa yang dialaminya ketika perjuangannya menghadirkan aku di dunia-Mu ini. Ya… Ibu.  Ibuku yang hampir tak pernah meninggalkan kesan buruk di otakku, meski kadang repetan lisannya membuatku tersungut dan menangis. Tapi dia tetap hebat. Tetap memiliki sesamudra perhatian tulus untuk darah dagingnya ini.
Saat ini juga aku akan menelponnya. Iya…  sekarang. Mungkin dia sudah selesai shalat.
“Assalamu’alaikum, Mak… sehat?”
“Wa’alaikumussalam. Alhamdulillah sehat, nak. Kakak sehat? Sudah makan siang, kak? Masih banyak kerjaan hari ini? Jangan lupa istirahat ya Inang,” itu suara wanita hebatku di seberang sambungan HP ini. Aku cuma bertanya satu pertanyaan untuknya, tapi dia balikkan begitu banyak kecemasan untukku. Ya Rabb, bagaimana mungkin aku tak semakin rindu padanya.
Terasa kelu, aku seperti sedang menyaksikan romansa mengharukan, yang membuat Ibuku heran dengan tingkahku yang tiba-tiba terbawa sedih. Sisi kecengenganku menjadi-jadi. Kututup pembicaraan anehku dengan Ibu dengan salam yang hampir terbata-bata.
Kuingat lagi, sewaktu SMP dulu, Ibuku pernah bercerita bahwa aku lahir selepas Ibu mandi sore dan ingin shalat Ashar. Waktu itu Ayahku belum pulang dari tempat kerjanya yang berjarak kurang lebih 20 km dari rumah nenekku. Ibuku dititip Ayah di sana karena sudah menjelang masa bersalin dan juga karena aku bakal anak pertama sekaligus cucu pertama buat kakek nenekku dari Ibu.
Kata Ibu, tidak cukup sulit melahirkanku. Hanya ada Ibuku dan opung (kakek nenekku) di sana serta tulangku (adk Ibuku) yang disuruh menjemput bidan desa ke RT sebelah. Aku lahir tidak dihadapan Ayahku, jadi aku diiqomahkan kakekku. Ayahku sampai ke rumah nenek  setelah hampir 3 jam usai kelahiranku. Kata Ibu, Ayahku mengiqomahkan aku kembali. Menurut Ayah agar suaranya kelak selalu jadi kedekatan antara dia dan aku sebagai putri kebanggaan tentunya dalam hal yang baik-baik.
Waktu itu Ibu minta maaf pada Ayah karena anak pertama mereka bukan bayi laki-laki seperti yang dikhayal-khayalkan Ayahku. “Esok, kalau anakku besar, aku ajak main bolalah, aku ajak mancing, kuajak ke Masjid, bla… bla…” itu yang sering diucapkan Ayah sewaktu aku masih dalam rahim suci Ibuku.
“Dedeknya cantik, Pa, bukan ganteng,” kira-kira begini kata pertama Ibuku setelah Ayahku mengiqomahkanku.
“Tidak apa-apa sayang, terimakasih. Kelak putriku ini akan sangat kuat dan sangat hebat melebihi impian-impian kita,” itu yang sampai sekarang sering kudengar dari Ayahku jika aku sudah mengadu kepadanya. Jika sifat manjaku kadang mendadak hadir.
Ah… hebat bukan gelar orang tua itu? Menurutku sangat heroik, sangat menyentuh. Bagaimana tidak, dengan segala keterbatasan dan kondisi materi mereka di zaman itu, tak menjadi alasan buat mereka mendidik generasi titipan Ilahi Rabbi. Sampai-sampai aku merasa jauh lebih bodoh dari Ayah dan Ibuku. Ah… semoga saja… semoga doa-doa mereka masih lama membersamaiku. Berkahi usia keduanya, ya Rahman. Hingga benar terwujud aku bisa membaktikan diri sepenuh hatiku untuk mereka, mengantar mereka menuju sejuta kebaikan yang mereka belum sampai.
Pernah juga beberapa waktu yang lalu aku bertanya iseng pada Ibuku, “Mak, waktu hamil kakak, Umak ngidam apa?”
“Tidak ngidam banyak dan aneh-aneh, kak. Apa yang ada Umak makan aja. Tapi, ada sih satu yang Mak ingat. Waktu itu sudah tengah malam, kak. Umak ingin makan nasi rames dari warung di pinggir pantai dekat pasar,” kata Ibuku.
Malam itu juga Ayahku pergi ke sana dengan motor butut warisan Uwakku. Dengan harapan nasi jualan Ibu warung pantai itu masih ada. Dan Alhamdulillah, Ayahku pulang membawa makanan idaman Ibuku yang waktu itu merupakan permintaan Ibuku yang sangat aneh bagi Ayahku.  Tapi diturutinya saja, sambil mengancam lembut Ibuku. “Sudah jemput sejauh-jauh itu, dihabiskan ya,” kata Ayahku sambil membukakan bungkusan daun pisang yang berisi nasi pesanan si Mak.
Setelah Ibuku menceritakan itu, aku tertawa dan memeluk tangan Ibuku. “Ah, romantis ya Papa dan Umak waktu itu,” ledekku pada Ibuku. Hanya senyum dan tangannya yang semakin lembut merapikan jilbab kucelku.
Itu Ibuku. Itu Ayahku. Sesanggup mereka selalu menitipkan semangat buatku, meski bukan dengan serba kecukupan materi tapi tak sekalipun mereka menelantarkan hak kami. Selalu mereka bilang ada meskipun adanya masih di langit. Pada adik-adikku, Ibu bilang, “Ada, nak.” Tapi aku tahu, adanya di langit dan sebentar lagi akan diturunkan Allah. Selalu bertopeng ketenangan, selalu menyembunyikan ketersiksaan. Selalu dan selalunya mereka yang hingga saat ini mengajarkanku banyak jalan keluar dari onggokan masalah duniawi ini.
Sejauh ini, aku masih bersama kesyukuran yang kujalin bersusah payah, meski selama hayatku tak semua senyum yang mereka sisipkan di hatiku. Pernah juga aku sedih. Tapi mereka tetap Ayah Ibu yang sangat hebat, sangat cerdas mengakal-akali ketakutanku. Dan nyatanya memang benar, kayuhan perahu keluarga kami masih satu komando, masih diqiyadahi oleh Ayah terhebatku.
Ibu, jazakillah sangat atas tumpangan rahim suci tanpa tarif itu. Sembilan bulan kurang beberapa hari gratis. Bagaimana mungkin bisa kubayar dan akupun tak tahu cara melunasinya, meskipun tak akan pernah terbersit di otakmu untuk mentarifnya, terimakasih Ibuku sayang. Kau wariskan kepadaku ilmu sabarmu, titipi aku doa penjagaan tanda setia milikmu, lengkapi kuatku ini dengan kekuatan yang kau miliki. Kelak aku juga akan berubah jadi wanita setia, jadi Ibu luar biasa sepertimu, jadi istri manut yang tak sekalipun membiarkan periuk nasimu kosong ketika Ayah tiba di pintu rumah. Ibu, Surga terlayak kupinta pada Allah, ajak juga aku kelak ke sana untuk memenuhi shaf-shaf rapi bidadari-bidadari shalihah pemilik ridha para suaminya. Aku janji aku tak akan keras kepala lagi dengan hal ini Ibu.
Ayah, segalanya dari Rabbmu telah kau kucurkan pada kami. Kau yang tak pernah sekalipun meragukan keputusanku, selalu jadi orang pertama mendukung segala ide-ide konyolku, karena menurutmu aku akan mampu dengan ketajaman masalah seperti apapun. Ah… aku tetap masih putri kecilmu dulu, Pa, yang selalu menunggu putaran jarum jam di depan pintu rumah kita, menunggumu pulang kerja membawakan kantongan plastik oleh-oleh untukku. Aku hanya punya sebait kata yang dari dulu kujadikan jimat kekuatan di perjalanan tunggang langgangku ini: Dunia ini keras, Inang. Maka keraskan prinsipmu, agar tak satu orangpun bisa menyakitimu. Dunia ini keras, Inang. Maka lembutkan hatimu seperti fitrahmu. Sekali lagi kau tetap satu-satunya penyair dan pemimpin kebanggaanku.
Aku, akan berusaha jadi amanah terindah buat kalian, dan kelak pemberi payung teduh di lapangan persaksian itu.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/02/11/46089/gelar-mereka-tetap-ayah-ibu/#ixzz2syVfSRSB

Lirik

Ngopo Kudu Pisah


KAPAN DURUNG NGERTI..,
NANDHES TATU DODO,
SING GAWE NELOSONGSO,ISO MARI..
KAPAN DURUNG NGERTI,
OPO AKU BISO NOMPO TRESNO LIYO,
NGGO NAMBANI..

WIS AKEH SING NGANDHANI,
AJAR SEKO SITHIK NGLALEKAKE..
NGALAMUN SENENG NDEWE,
DUDU DALAN KANGGO NUNTASAKE SEDIHMU..

BISANE PODHO NDUWENI,
OPO MUNG WATES NONG NGIMPI..
SEPRENE AKU ORA NGERTI,
NGOPO KUDU PISAH..

reff:
OPO AKU SALAH, MALES KATRESNANE
SING WIS DIBUKTEKKE, CUKUP SUWE..
OPO DEK’E SALAH, NRESNANI AWAKKU
BEN KAHANANKU NENG KOYO NGENE..

BISAKU MUNG NYENYUWUN,
ONO MUKJIZAT SING ANEKANI..
BANDHAKU MUNG KATRESNAN,
SING TUWUH TULUS NOK NJERO ATI, SEDIHE..

BISANE PODHO NDUWENI,
OPO MUNG WATES NONG NGIMPI..
SEPRENE AKU ORA NGERTI,
NGOPO KUDU PISAH..

BISANE PODHO NDUWENI,
OPO MUNG WATES NONG NGIMPI..
SEPRENE AKU ORA NGERTI,
NGOPO KUDU PISAH..
SEPRENE AKU ORA NGERTI,
NGOPO KUDU PISAH..