http://sendang-wilisku.blogspot.com (blog-e konco dewe)

Senin, 20 Januari 2014

Tulungagung & sekitar

bendungan-wonorejo
Waduk Wonorejo adalah waduk terbesar di Asia Tenggara dengan debit 15.000 m3 per detik. Selain berfungsi sebagai PLTA dan sebagai irigasi, Waduk Wonorejo juga diperkenalkan sebagai obyek "journey" yang menyuguhkan kenyamanan dan ketersediaan fasilitas rekreasi. Dalam konsepnya Waduk Wonorejo dimaksudkan untuk penyuplai air bersih baik untuk kawasan Tulungagung maupun sekitarnya, sebagai sarana irigasi di daerah Pagerwojo dan sekitarnya, dan sarana penggerak turbin untuk menghasilkan energi listrik.
Selain itu, konsep lain yang ditawarkan adalah sebagai obyek wisata dengan memberikan fasilitas berupa jet ski, wisata dengan perahu kano, bumi perkemahan dan lintas alam, sarana penerbangan domestik setingkat heli, pemancingan air tawar, serta ada juga sirkuit berkualitas standar untuk event Motocross atau Offroad.
Dengan jarak tempuh ±15 km dari pusat kota, ditunjang dengan akses dan sarana jalan yang berkualitas menjadikan Waduk Wonorejo menjadi area yang mudah ditempuh. Tersedia juga resort dan villa berkualitas nasional untuk disinggahi para pengunjung. Di samping itu juga standart kebersihan yang tinggi dapat dirasakan di sini.
Waduk Wonorejo menjadai daerah yang sangat nyaman walau berada di daerah tropis karena bentang alam perbukitan yang berhawa sejuk dan dengan tingkat kemiringan lereng dan lembah yang tidak curam. Penampakan hutan baik alami maupun buatan dapat dijumpai di sini. Dengan konsep pengecoran total sebuah bukit, menjadikan Waduk Wonorejo memiliki nilai artistik bagi para pengunjung.
Event-event banyak sekali dijumpai disini baik itu dalam skala daerah maupun nasional. Contoh acara rutin yang selalu diselenggarakan adalah lomba layang-layang tingkat nasional, Kejurnas Motocross dan 4WD OFFROAD, lomba panahan, dl
Misi lain yang diemban oleh Waduk Wonorejo adalah mencoba mengembangkan konsep wisata pegunungan yang ada di Tulungagung, sehingga potensi wisata tidak hanya sub sektor pantai ataupun agrobisnis, tetapi fasilitas umum yang begitu penting bagi masyarakat dapat juga dikembangkan menjadi obyek wisata. Sehingga ke depan nantinya Tulungagung akan dikenal bukan hanya sebagai Kota Marmer, tetapi juga kota yang menyuguhkan berbagai kemudahan fasilitas rekreasi.


pantai-coro
Pantai Coro Apa yang menarik dari pantai ini? Pantai yang memiliki panjang sekitar 400 meter, pasirnya berwarna putih, bersih, dan lembut. Menjadikan Pantai Coro tidak kalah dengan pantai lain yang ada di Jawa Timur. Selain itu daya tarik lain pada pantai yang berjarak sekitar 1,5 km timur padepokan "Retjo Sewu" adalah keberadaannya yang masih natural, belum banyak tergarap, serta ombak pantai juga tidak terlalu besar.
Lebih dari itu air laut pantai sangat jernih sehingga permukaan dasar laut bisa dilihat dengan mata telanjang, seperti semua karang dan tumbuhan laut.
Di pantai yang menurut cerita dulunya banyak hewan coro (kecoak), juga banyak sekali dijumpai batu karang, tumbuhan dan hewan laut. Pengunjung bisa melihat dengan jelas tumbuhan dan hewan laut hidup di batu-batu karang di sepanjang pantai yang berbentuk teluk tersebut. Dan semua itu akan lebih jelas terlihat ketika air laut mulai surut.
Bagi mereka yang suka mengoleksi aneka kulit kerang bisa datang ke tempat ini, karena banyak sekali jenis kulit kerang yang terdampar di bibir pantai, begitu juga dengan batu karang yang terdapat di hamparan pasir putih yang luas


candi-penampihan
Candi Penampehan yang terletak dilereng Gunung Wilis, Dusun Turi Desa Geger kecamatan Sendang Kabupaten Tulungagung merupakan candi Hindu kuno peninggalan kerajaan Mataram kuno dibangun pada tahun saka 820 atau 898 Masehi. Arti penampehan itu sendiri konon berasal dari Bahasa Jawa yang berarti antara penolakan dan penerimaan yang bersyarat demikian tafsirnya.
Candi penampehan merupakan candi pemujaan dengan tiga tahapan (teras) yang dipersembahkan untuk memuja Dewa Siwa, dimana konon peresmian candi ini dengan mengadakan pagelaran Wayang (ringgit). Selanjutnya era demi era pergolakan perebutan kekuasaan dan politik di tanah jawa berganti mulai dari kerajaan Mataram Kuno, Kediri, Singosari, hingga Majapahit sekitar abad 9-14 M, candi ini terus digunakan untuk bertemu dan memuja Tuhan, Sang Hyang Wenang.
Di dalam kompleks Candi terdapat beberapa Arca yaitu arca Siwa dan Dwarapala, tetapi karena ulah Manusia yang tidak mencintai dan menghargai Heritage dan legacy dari nenek moyang beberapa arca telah hilang dan rusak. Untuk mengamankan beberapa arca yang tersisa yaitu arca siwa sekarang diletakan di museum situs Purbakala Majapahit Trowulan Jawa timur.
Selain Arca terdapat sebuah prasasti kuno yaitu Prasasti Tinulat tertulis dengan menggunakan huruf Pallawa dengan stempel berbentuk lingkaran di bagian atas prasasti. Berdasarkan Penuturan Bu Winarti umur 44 Tahun, juru kunci Candi Penampehan, prasasti itu berkisah tentang Nama-nama raja Balitung, serta seorang yang bernama Mahesa lalatan, siapa dia? Sejarah lisan maupun artefak belum bisa menguaknya. Serta seorang putri yang konon bernama Putri Kilisuci dari Kerajaan Kediri. Selain menyebutkan nama, prasasti itu juga memberikan informasi tentang Catur Asrama yaitu sistem sosial masyarakat era itu di mana pengklasifikasian masyarakat (stratifikasi) berdasarkan kasta dalam agama Hindu yaitu Brahmana, Satria, Vaisya dan Sudra.
Masih di kompleks candi Penampehan terdapat 2 kolam kecil yang bernama Samudera Mantana (pemutaran air samudera), di mana menurut pengamatan empiris selama berpuluh-puluh oleh Bu Winarti, 2 kolam tersebut merupakan indikator keadaan air di Pulau Jawa. Kolam yang sebelah utara merupakan indikator keadaan air di Pulau Jawa bagian utara dan Kolam sebelah selatan merupakan indikator keadaan air di Pulau Jawa bagian selatan. Berdasarkan penuturan Bu Winarti, Apabila sumber air di kedua kolam tersebut kering berarti keadaan air dibawah menderita kekeringan, sebaliknya bila kedua atau salah satu kolam tersebut penuh air berarti keadaan air di bawah sedang banjir.



candi-dadi
Komplek Candi Dadi berada pada ketinggian 360 m dari permukaan laut, berada di areal kehutanan di lingkungan RPH Kalidawir. Candi ini memiliki candi tunggal yang tidak memiliki tangga masuk, hiasan, maupun arca. Candi tersebut berdiri tegak pada puncak sebuah bukit di lingkungan pegunungan Walikukun. Denah candi berbentuk bujursangkar dengan ukuran panjang 14 m, lebar 14 m, dan tingi 6,50 m.
Bangunan berbahan batuan andesit itu terdiri atas batur dan kaki candi. Berbatur tinggi dan berpenampil pada setipa sisinya. Bagian atas batur merupakan kaki candi yang berdenah segi delapan, pada permukaan tampak bekas tembok berpenampang bulat yang kemungkinan berfungfi sebagai sumuran. Diameter sumuran adalah 3,35 dengan kedalaman 3 m.
Dalam perjalanan ke lokasi ini dapat dilihat sisa bangunan kuna yang masing-masing disebut Candi Urung, Candi Buto dan candi Gemali. Candi-candi yang disebut belakangan dapat dikatakan tidak terlihat lagi bentuknya, kecuali gundukan batuan andesit, itupun sudah dalam jumlah yang sangat kecil yang menandai keberadaannya dahulu.
Latar Belakang Sejarah
Berakhirnya kekuasaan Hayam wuruk juga merupakan masa suram bagi kehidupan agama Hindu-Budha. Pertikaian politik yang terjadi di lingkungan kraton memunculkan kekacauan, seiring dengan munculnya agama Islam. Dalam kondisi yang demikian, penganut Hindu-Budha yang berupaya menjauhkan diri dari pertikaian yang ada melakukan pengasingan agar tetap dapat menjalankan kepercayaan/tradisi yang dimilikinya.
Sebagian besar memilih bukit-bukit atau setidaknya kawasan yang tinggi dan sulit dijangkau. Biasanya tempat baru yang mereka pilih merupakan tempat yang jauh dari pusat keramaian maupun pusat pemerintahan. Candi Dadi adalah salah satu dari karya arsitektural masa itu, sekitar akhir abat XIV hingga akhir abat XV.


CANDI SANGGRAHAN

candi-sanggrahan
Candi Sanggrahan terletak di Dusun Sanggrahan, Desa Sanggrahan, Kecamatan Boyolangu. Secara umum kompleks Candi Sanggrahan terdiri atas sebuah bangunan induk dan dua buah sisa bangunan kecil lainnya. Bangunan induk menggunakan batuan andesit dengan isian bata. Bangunan induk berukuran panjang 12,60 m, lebar 9,05 m, dan tinggi 5,86 m. Bangunan ini terdiri atas empat tingkat yang masing-masing berdenah bujursangkar dengan arah hadap ke barat.
Bangunan kecil yang berada disebelah timur bangunan induk hanya tersisa bagian bawahnya saja. Di tempat ini dulu terdapat lima buah arca Budha yang masing-masing memiliki posisi mudra yang berbeda (demi keamanan arca tersebut sekarang tersimpan di rumah Juru Pelihara).
Bangunan Candi Sanggrahan berada pada teras/undakan berukuran 5,10 m x 42,50 m. Pagar penahan undakan itu adalah bata setinggi tidak kurang dari dua meter.
Latar Belakang Sejarah
Para ahli sejarah menduga bahwa Candi Sanggrahan dibangun sebagai tempat peristirahatan rombongan pembawa jenazah pendeta wanita Budha kerajaan Majapahit bernama Gayatri yang bergelar Rajapadmi. Jenazah itu dibawa dari Kraton Majapahit untuk menjalani upacara pembakaran di sebuat tempat di sekitar Boyolangu. Belakangan abu jenazahnya disimpan di Candi Boyolangu. Dimungkinkan Candi Sanggrahan dibangun pada jaman Majapahit masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk (1359-1389 M).



GOA SELO MANGKLENG

 
goa-selomangleng

Kompleks Goa Selomangleng yang menempati areal kehutanan di lingkungan BKPH Kalidawir, atau tepatnya di Dusun Sanggrahan Kidul, Desa Sanggrahan, Kecamatan Boyolangu, merupakan lereng Jurang Sanggrahan yang cukup terjal. Berbatasan dengan kebun milik penduduk, kompleks ini dapat dibedakan atas dua bagian, yakni bagian yang sekarang agak datar yang berada di bagian bawah, serta bagian yang terjal di bagian atas. Di bagian pertama itulah terdapat dua buah goa, sedangkan sebuah candi terdapat di bagian kedua.
Ketiga kekunoan tersebut merupakan hasil pengerjaan pada bongkahan batu besar, memenuhi hampir seluruh sisa bagian atas batu. Goa pertama berada di bagian tanah yang relatif datar, merupakan hasil pengerukan terhadap sebuah bongkah batu besar (monolit) dengan bentuk mulut persegi empat sebanyak dua buah. Gua pertama dihiasi dengan relief, sedangkan goa kedua tidak memilki relief. Lahan yang ditempati bongkahan batu bergoa tersebut meliputi areal seluas 29,5 m x 26 m. Ukuran bagian dalam goa pertama adalah: panjang 360 cm, lebar 175 cm, dan dalam ceruk 380 cm. Mulut goa mengahadap ke arah arah barat. Relief dipahatkan pada panel di dinding sisi timur dan utara. Hiasan itu menggambarkan bagian dari cerita Arjunawiwaha, yakni ketika Indra memerintahkan bidadarinya untuk menggoda Arjuna di Gunung Indrakila.
Digambarkan pula adegan ketika bidadari menuruni awan dari kahyangan ke bumi. Gua kedua terletak di bagian selatan dari goa pertama, pada bongkah yang sama, tetapi pada posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan goa pertama. Goa yang di bagian selatan ini menghadap ke selatan dan tidak memiliki hiasan apapun di dalamnya. Ukurannya panjang 360 cm dan lebar 200 cm
Beberapa meter di sebelah timur goa tersebut, pada tempat yang lebih tinggi terdapat bongkahan batu yang dipahatkan kaki dan batur candi berdenah persegi empat dengan ukuran panjang 490 cm dan lebar 475 cm. Dinding batur candi tersebut dihiasi palang Yunani berbingkai bujursangkar.
Latar Belakang Sejarah
Secara khusus tidak dijumpai keterangan yang dapat diacu untuk mengenal lebih dalam lagi latar belakang sejarah situs tersebut. Menghubungkan kesamaan relief yang terdapat di goa Selomangleng dengan yang dijumpai di Petirtaan Jalatunda, A. J. Bernet Kempers menduga bahwa situs tersebut dibuat dan digunakan pada akhir abad X. Sebaliknya, berdasarkan cara pemahatan dan penataan rambut tokoh-tokohnya, Satyawati Suleiman, berpendapat bahwa goa tersebut berasal dari masa awal Majapahit.
Di Tulungagung, relief yang dipahatkan mengambil cerita bagian dari Arjunawiwaha, khususnya pada episode penggodaan bidadari terhadap Arjuna yang sedang menjalankan tapa. Ini mencerminkan kedekatan mereka akan wiracarita gubahan para pujangga sejak zaman Kerajaan Kadiri. Sekaligus untuk mengingatkan mereka akan laku yang sedang ditekuninya, serta harapan bahwa kekuatan yang terkandung dalam kisah cerita tersebut dapat terwujud.

 

 

 Laut dan Waduk

KecamatanKalidawir

tulungagung

Pantai Sine terletak di desa Kalibatur, kecamatan Kalidawir, 35 Km arah selatan kota Tulungagung. Pantai Sine ini merupakan pantai bebas dengan ombak yang cukup besar selain itu Pantai Sine ini merupakan pantai alam berbentuk teluk di pesisir selatan Kabupaten Tulungagung.
Selain menyajikan keindahan alami Pantai Sine ini juga menyajikan keragaman budaya lokal masyarakat sekitar, seperti kesenian wayang kulit yang dipertunjukkan setiap tanggal satu suro. Ditambah lagi, prosesi larung sesaji yang dipercaya untuk mengusir semua hal-hal buruk ataupun acara mencuci atau memandikan senjata kuno seperti keris dan tombak dari para sesepuh masyarakat.

 

Bendungan Wonorejo






tulungagung
Bendungan Wonorejo, adalah bendungan terbesar di Asia Tenggara, dengan debit 15000 m3 per detik. Bendungan ini terletak di sebelah barat kota Tulungagung, tepatnya du desa Wonorejo, kecamatan Pagerwojo, dan berfungsi sebagai pembangkit tenaga listrik, pengairan, perikanan, olah raga dan tempat rekreasi.
Sebagai satu tujuan wisata, Bendungan ini dilengkapi dengan beberapa prasara seperti, taman bermain, area pemancingan, speed boat, penginapan dan sarana untuk hiburan.
Hamparan air bendungan yang tenang dan berwarna biru menyapa siapa pun yang berkunjung ke Bendungan Wonorejo, 12 kilometer dari Kota Tulungagung. Suasana sejuk di salah satu bendungan terbesar di Asia Tenggara itu selaras dengan suasana alam sekitarnya yang serba hijau dan rindang. Di kanan-kiri jalan terhampar sawah dan deretan pepohonan.

Pantai Popoh






tulungagung
Pantai Popoh, adalah salah satu obyek wisata pantai yang terletak di Tulungagung, tepatnya di pesisir Samudra Hindia, 30 Km sebelah selatan kota Tulungagung.
Pantai yang langsung berhadapan langsung dengan laut Bebas Samudera Hindia ini memang banyak menawarkan keeksotikan keindahan panorama pantai, baik wisata bahari maupun keindahan deburan ombaknya.
Pantai Popoh merupakan salah satu obyek wisata andalan daerah Tulungagung, berbagai acara selalu diadakan di kawasan wisata ini baik itu musik ataupun acara-acara lain. Hampir setiap hari libur dan hari besar kawasan wisata ini selalu dipadati pengunjung, baik yang berasal dari sekitar Tulungagung maupun luar Tulungagung bahkan tidak sedikit yang berasal dari luar negeri.
Pantai Popoh berbentuk teluk dan berada di ujung timur pegunungan Kidul. Air yang cukup tenang, angin laut yang tidak begitu kuat, dan keindahan gunung disekitar teluk telah menjadi daya tarik utama pantai ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar