Ditemukan Mayat hampir membusuk, Gegerkan warga Tertek
Sumber. Halaman sebelah
Jum'at, 17/01 sekitar pukul 09.30 WIB Warga kelurahan Tertek Tulungagung digegerkan oleh kematian warganya yang diperkirakan sudah lebih dari satu hari. Identitas mayat Muslani (84) ditemukan sudah dalam keadaan membusuk dan tubuh sudah membengkak.
Muslani diketahui meninggal, pertama kali diketahui oleh tetangganya Kamsiyah (52) saat hendak memberi makan Muslani. Kamsiyah selalu mengirimkan makanan karena Muslani tinggal sebatang kara dirumahnya.
Kamsiyah mengaku beberapa hari yang lalu tidak sempat menengok Muslani lantaran ada kepentingan keluarga. Kamsiyah mengakui, bukan dirinya saja yang sering memberi makan kepada Muslan tetapi beberapa tetangganya juga sering secara bergantian memberi makan.
"Saya kesitu sekitar jam 10.00 WIB, lihat makanan kok masih ada. terus saya masuk lewat samping, dan pintu saya buka, tiba-tiba (Muslani) sudah membengkak, selanjutnya saya manggil pak RT dan RW" ungkap Komsiyah saat ditemui Tim Liputan Perkasa FM, siang (17/01)
Kapolsek Tulungagung,Kompol Suyono mengatakan kini pihaknya tengah berkoordinasi dengan tim medis untuk memeriksa jenasahnya dan dari keterangan pihak medis dinyatakan tidak ada tanda-tanda penganiayaan atau kriminal tetapi menurut kondisi korban, diperkirakan korban meninggal sudah lebih dari 2 hari
Komsiyah menambahkan kondisi Muslan memang sakit-sakitan dan sekitar sebulan lalu juga pernah masuk rumah sakit, karena kondisinya membaik Muslani diperbolehkan pulang. Korban akhirnya dimakamkan pihak kelurahan Tertek karena dari keterangan polisi, Muslani tidak mempunyai keluarga.
7 tahun bekerja di Arab Saudi, Norsiam belum diketahui keberadaannya

(Ilustrasi)
Siti Norsiam (29) setelah bekerja di arab saudi selama 7 tahun menjadi TKW saat ini belum bisa dihubungi oleh keluarganya dan tidak tahu nasibnya.
Anak pasangan Siyar (52) dan Bibit (47) asal warga Desa Srikaton Kecamatan Ngantru berangkat menjadi TKW setelah mendaftar pada PT Kemuning Bunga Sejahtera Surabaya lewat pengurus wilayah Tulungagung tahun 2007 lalu.
Norsiam mendaftarkan diri melalui Imam Sukamto selaku pimpinan PT
Kemuning di Wilayah Ngantru. Awalnya ketika sudah 2 tahun bekerja,
pihak keluarga menginginkan bisa berkomunikasi dengan Norsiam tetapi
tidak diperbolehkan oleh PT Kemuning.
keluarga Norsiam hanya diberitahu dengan surat berbahasa arab yang menerangkan bahwa Norsiam kondisinya baik-baik saja.
2 tahun berikutnya, Pihak Keluarga tetap tidak bisa berkomunikasi langsung dengan Norsiam. Merasa ada yang janggal, Diyah Larasati salah seorang keluarga dari Norsiam ditemani orang tua Norsiam melaporkan hal itu ke dinas sosial tenaga kerja dan transmigrasi Tulungagung untuk ikut membantu menelusuri Nosiam karena sudah 4 tahun keberadaanya tidak diketahui keluarga.
Kepala seksi Pengawasan ketenaga kerjaan Dinsosnakertrans Tulungagung Nina Hartiana SH mengaku sudah mendapatkan laporan dari pihak keluarga pada jumat, 03/01/2014 sekitar pukul 14.30 WIB. mendapat laporan itu pihaknya langsung melakukan rapat koordinasi yang akhirnya memutuskan akan memanggil pimpinan PT pemberangkat TKW tersebut pada selasa (07/01/2014) untuk dimintai keterangan.
Ditambahkan Nina, PT Kemuning ternyata tidak terdaftar secara resmi di Dinsosnakertrans Tulungagung. pihaknya kini masih kesulitan melakukan pelacakan karena PT Kemuning sudah di black list oleh BPNP2TKI Jakarta.
Dinsosnakertrans berjanji akan terus melakukan koordinasi dengan lembaga terkait baik propinsi maupun pusat agar masalah dan tanggung jawab PT sebagai pemberangkat dapat dipenuhi.
keluarga Norsiam hanya diberitahu dengan surat berbahasa arab yang menerangkan bahwa Norsiam kondisinya baik-baik saja.
2 tahun berikutnya, Pihak Keluarga tetap tidak bisa berkomunikasi langsung dengan Norsiam. Merasa ada yang janggal, Diyah Larasati salah seorang keluarga dari Norsiam ditemani orang tua Norsiam melaporkan hal itu ke dinas sosial tenaga kerja dan transmigrasi Tulungagung untuk ikut membantu menelusuri Nosiam karena sudah 4 tahun keberadaanya tidak diketahui keluarga.
Kepala seksi Pengawasan ketenaga kerjaan Dinsosnakertrans Tulungagung Nina Hartiana SH mengaku sudah mendapatkan laporan dari pihak keluarga pada jumat, 03/01/2014 sekitar pukul 14.30 WIB. mendapat laporan itu pihaknya langsung melakukan rapat koordinasi yang akhirnya memutuskan akan memanggil pimpinan PT pemberangkat TKW tersebut pada selasa (07/01/2014) untuk dimintai keterangan.
Ditambahkan Nina, PT Kemuning ternyata tidak terdaftar secara resmi di Dinsosnakertrans Tulungagung. pihaknya kini masih kesulitan melakukan pelacakan karena PT Kemuning sudah di black list oleh BPNP2TKI Jakarta.
Dinsosnakertrans berjanji akan terus melakukan koordinasi dengan lembaga terkait baik propinsi maupun pusat agar masalah dan tanggung jawab PT sebagai pemberangkat dapat dipenuhi.

Diduga Dianiaya, Tahanan Anak Tewas di Lapas
Sabtu, 14 Januari 2012 18:01 wib
TULUNGAGUNG - Hisyam Dayu
Firmansyah (15), seorang anak yang menjadi tahanan titipan Kejaksaan
Tulungagung, Jawa Timur, tewas di Lapas Kelas Dua Tulungagung. Kuat
dugaan korban tewas setelah dianiaya sesama tahanan.
Penyebab pasti kematian Hisyam masih menunggu hasil visum. Namun pihak keluarga yang memandikan jenazahnya melihat luka memar di sekujur tubuhnya. Sehingga mereka menyimpulkan pelajar kelas 3 SMP itu meninggal dengan cara tidak wajar. “Di tubuh korban ditemukan banyak bekas luka yang sudah membiru,” ujar Sibon, paman korban kepada wartawan, Sabtu (14/1/2012).
Hisyam merupakan putra Syamsul Efendi, warga Dusun Bolo, Desa Bolorejo, Kecamatan Kauman, Tulungagung. Dia dijadikan tersangka dalam kasus psikotropika jenis double-l sebagai pemakai. Saat proses hukum berjalan di Polres Tulungagung, Hisyam dikenakan wajib lapor selama tiga bulan. Namun pada Kamis kemarin Hisyam dipanggil ke Kejaksaan Negeri Tulungagung. Saat diantar keluarganya ke kejaksaan itulah Hisyam kemudian ditahan.
Dia lantas dititipkan di Lapas Kelas Dua Tulungagung pada Kamis 12 Januari 2012 sekira pukul 13.00 WIB. Kemudian pada Jumat 13 Januari 2012 pukul 02.00 WIB Hisyam ditemukan penjaga lapas sudah dalam keadaan lemas.
Korban kemudian dibawa ke Rumah Sakit Umum Dokter Iskak Tulungagung, tapi nyawanya tidak tertolong. Pihak lapas tidak ada yang bisa memberikan komentar terkait hal itu, termasuk Kalapas Suherianto.
Hingga kini pihak Polres Tulungagung masih menyelidiki peristiwa kematian Hisyam dengan menunggu hasil visum dari pihak Rumah Sakit Dokter Iskak Tulungagung.
(sumber:Anang Agus Faisal/Sindo TV/ful)
"Pasokan bekatul mulai langka sejak empat hari terakhir, tapi ini sudah sangat mengkhawatirkan bagi ternak-ternak kami," ujar Hamid, peternak sapi perah di Desa Sendang, Kecamatan Sendang, Selasa.
Menurut dia, keterlambatan bahan baku pakan sapi perah tersebut bisa memengaruhi kualitas susu yang dihasilkan.
Hal itu bisa terjadi lantaran nutrisi yang dibutuhkan tubuh sapi untuk memproduksi susu tidak memenuhi porsi ideal.
"Kualitas dan volumenya bisa berkurang, misalnya dalam kondisi normal bisa memproduksi 15-an liter sehari menjadi kurang dari 10 liter," terangnya.
Keluhan serupa disampaikan Wahyu Aji, peternak sapi perah di Kecamatan Pagerwojo, yang menyebut proporsi adonan pakan ternaknya terpaksa diubah lantaran minimnya ketersediaan bekatul.
Untuk menyiasati porsi pakan ternak sapi perahnya, ia tak jarang menambah ampas tahu ataupun bubur ketela yang telah dihaluskan.
"Dampak yang sama juga bisa terjadi jika pakan rumput gajah kurang. Ini seperti terjadi saat musim kering kemarau lalu. Produksi dan kualitasnya menurun banyak," ujarnya.
Baik Hamid, Wahyu Aji, maupun sejumlah peternak lain mengaku tidak tahu penyebab kelangkaan bekatul di daerahnya.
Namun beberapa peternak menduga ada masalah di jalur distribusi sehingga terjadi keterlambatan pasokan.
Bekatul biasa dipakai peternak untuk makanan pendamping sapi perah. Makanan tersebut diperlukan sebagai pendamping rumput gajah.
Saat ini harga susu sapi perah berkisar antara Rp3.400 per liter hingga Rp3.500, bergantung kualitasnya.
"Peternak berusaha menjaga kualitas susu ini. Maka dari itu kami berharap tidak ada keterlambatan soal pakan," kata Supriono, peternak sapi perah lainnya.
Untuk mengantisipasi keterlambatan, peternak di daerah Sendang dan pagerwojo biasanya saling berbagi pakan bekatul.
Dengan cara tersebut peternak tetap bisa memberikan bekatul pada sapi perah. "Pinjam dulu ke peternak yang sudah dapat kiriman. Jadi kita sama-sama menjaga," tutur Wahyudi
Tulungagung (ANTARA News) - Sebagian besar warga Desa Penjor, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, masih tak percaya dua tamu yang sehari-hari mengajar mengaji di kampung mereka adalah anggota jaringan teroris Poso yang diburu polisi.
Setelah dua terduga teroris bernama Riza dan Dayah tertembak mati di sebuah warung kopi dalam operasi Detasemen Khusus Anti-Teror (Densus) 88 Polri di Tulungagung, nama Desa Penjor jadi sering disebut.
Tidak terlalu sulit untuk mencapai perkampungan yang sempat beberapa lama disinggahi dua anggota teroris jaringan Poso ini.
Meski terpencil di lereng Gunung Wilis, perkampungan itu tidak sulit dijangkau. Jalan sepanjang menuju ke sana sudah beraspal.
Dengan sepeda motor berkecepatan normal, desa itu bisa ditempuh dalam waktu satu jam lebih dari pusat Kota Tulungagung.
Saat memasuki desa di sebelah barat laut Kota Tulungagung, aroma pegunungan langsung terasa. Hawa dingin menyeruak di antara sepoi angin yang berhembus, terasa ke dasar pori-pori kulit.
Desa itu asri, hijau, dan tenang. Dan mayoritas warganya ramah, membuat pendatang nyaman mengunjungi berkunjung.
Mungkin kultur warga pegunungan masyarakat Penjor dan sekitarnya yang membuat Riza memilih desa itu untuk bersembunyi dan mengabdikan diri sebagai pendakwah.
Tiga bulan lebih pemuda yang mengaku berasal dari daerah Gunungkidul, Yogyakarta, itu singgah di Penjor.
Mengaku jebolan salah satu pesantren di Kediri, Riza yang datang dengan niat melakukan praktik lapangan sebagai pendakwah Islam langsung diterima dengan tangan terbuka oleh komunitas Islam di Desa Penjor dan Gambiran.
Menurut penuturan Sekretaris Desa Penjor, Pranoto, keberadaan Riza cepat diterima oleh masyarakat setempat, khususnya komunitas Islam yang mayoritas anggota Muhammadiyah.
"Perilakunya baik dan di sini mengaku hanya berniat semacam PKL (praktik kerja lapangan) sebagai pendakwah atau guru ngaji, sehingga dengan cepat mendapat simpati warga," tuturnya.
Riza berhubungan baik dengan warga lokal selama tinggal tiga bulan lebih tinggal di Penjor. Ia kadang ikut kegiatan mengaji di Desa Gambiran.
Sapari (55), tokoh agama setempat dan ustad Masjid Al Jihad di Dusun Krajan, Penjor, berperan penting dalam membantu Riza beradaptasi dengan warga kampung.
"Mungkin karena terlalu baik, Pak Sapari tidak punya prasangka apa-apa mengenai motif maupun latar belakang tamunya. Beliau juga alpa melaporkan keberadaan orang asing tersebut ke desa," imbuhnya.
Kedekatan Riza dengan warga membuat sebagian warga bersedih saat dia pamit pulang untuk melanjutkan studi S-2, sepekan sebelum ia ditembak Densus 88 Antiteror di Jalan Pahlawan, Tulungagung.
Beberapa warga yang menjadi jemaah Masjid Al Jihad dan santri pengajian Al Quran di Madrasah Aisyiyah, melepas kepergian pemuda yang dikenal sebagai sosok cerdas, sabar, berpendidikan, dan agamis itu dengan kesedihan.
Riza sudah seperti anggota keluarga bagi warga di lingkungan Masjid Al Jihad maupun Madrasah Aisyiyah.
Tidak jarang Riza diundang untuk makan sahur dan berbuka puasa di rumah penduduk, termasuk keluarga Sapari.
Kecurigaan
Menurut Suparti, salah satu adik kandung Sapari, kecurigaan mulai muncul saat Riza yang telah pamit pulang untuk melanjutkan pendidikan di Bandung tiba-tiba datang lagi bersama seorang teman yang diperkenalkan dengan nama Dayah.
Orang-orang desa curiga melihat penampilan Dayah seperti pemuda urakan: berbadan kekar, rambut gimbal panjang, dan pakaian sedikit "selengekan".
"Wajahnya sangar, jadi banyak warga yang was-was, tapi tidak pernah ada yang berani bertanya," tutur Suparti.
Adik Sapari yang lain, Siwoharini, juga melihat perilaku janggal Dayah selama tiga hari dua malam menginap di desa mereka.
"Orang ini selalu membawa tas ransel kemanapun pergi. Bahkan saat shalat di masjid, tarawih, maupun sahur. Tas itu selalu dibawa dan ditaruh disampingnya seolah berisi barang yang sangat penting," tutur Siwoharini, yang dibenarkan oleh beberapa warga lain.
Meski merasa aneh, Siwoharini dan warga setempat tidak berani bertanya.
Sikap Dayah dan Riza yang selalu sopan dan bersahaja membuat warga segan untuk menanyakan hal-hal yang dianggap bukan urusan mereka.
Rasa penasaran warga terjawab setelah dua pemuda tersebut tewas tertembak dalam satu operasi penggerebekan tim Densus 88 Anti-Teror.
"Kami mendapat kabar jika mereka adalah anggota teroris yang membawa bom dalam tas ransel. Mungkin itu sebabnya tas itu selalu dibawa pemuda yang gimbal, kemanapun dia pergi dan beraktivitas," timpal suami Suparti.
Kesedihan Keluarga Sapari
Penggerebekan disertai penembakan terhadap dua terduga teroris yang kemudian diketahui sebagai Riza dan Dayah membuat warga Penjor dan Gambiran terhenyak.
Kekagetan mereka berlanjut setelah polisi menyebut dua warga Penjor dan Gambiran ikut terseret masalah, ditangkap oleh tim Densus 88 dengan tuduhan menjadi pemandu lokal komplotan teroris.
Tetangga dan keluarga merasa terpukul mendengar kabar bahwa polisi menangkap Supari, Kaur Kesra Desa Penjor, dan Mugi Hartanto (35), guru honorer yang mengajar agama Islam di SD 3 Geger, Kecamatan Sendang.
"Kami sangat terpukul mendengar kabar itu. Suami saya orang lugu, dia tidak tahu apa-apa soal terorisme maupun gerakannya," kata Sri Indartini (40), istri Sapari.
Sri mengaku baru tahu suami terseret masalah ketika polisi mendatangi rumahnya beberapa jam setelah penangkapan.
Matanya berkaca-kaca saat diminta bercerita tentang suaminya yang kini ditahan polisi entah dimana.
"Suami saya bukan teroris. Kami sama sekali tidak tahu kalau ternyata mas Dayah dan mas Rizal itu teroris," katanya.
"Waktu itu (Senin pagi, 22/7) Bapak hanya pamit mengantar mereka ke terminal bus, karena mas Riza ingin pindah dari Penjor, dan melanjutkan kuliah S-2 di Bandung," kata Sri sembari memeluk anaknya yang masih kecil.
Kesedihan juga tampak pada kedua dua adik kandung Sapari.
Mereka meminta polisi bersikap dan bertindak obyektif dalam menganalisis dugaan keterlibatan Sapari dan Mugi Hartanto dalam kejadian itu.
Menurut mereka, Sapari dan Mugi hanya warga desa biasa yang bahkan tidak pernah memiliki pemikiran Islam yang kaku, apalagi keras.
Sapari, yang sehari-hari bertani dan berkebun, tidak pernah mengajarkan jihad meski masjid mereka diberi nama Al Jihad.
"Soal itu (nama Al Jihad) ceritanya panjang, tapi yang pasti tidak berkaitan dengan masalah ini (terorisme) karena masjid tersebut dibangun sudah lama," terang Sekretaris Desa Penjor, Pranoto.
Pranoto, yang sempat mengecek langsung ke lokasi penggerebekan, mengatakan bahwa Sapari waktu itu hanya berniat mengantar tamunya pulang.
Demikian juga dengan Mugi Hartanto. Guru honorer dari Desa Gambiran, tak jauh dari Penjor, itu hanya dimintai bantuan untuk mengantar kedua tamu tersebut ke terminal Tulungagung.
Kebetulan pada saat itu Mugi akan mengurus surat-surat kendaraan bermotor.
"Mereka minta diantar ke terminal, pada pagi hari sekitar pukul 07.30 WIB. Pak Sapari hanya Ingin membantu, karena jarak Penjor ke halte bus di Tulunggung cukup jauh," ujarnya.
Penyebab pasti kematian Hisyam masih menunggu hasil visum. Namun pihak keluarga yang memandikan jenazahnya melihat luka memar di sekujur tubuhnya. Sehingga mereka menyimpulkan pelajar kelas 3 SMP itu meninggal dengan cara tidak wajar. “Di tubuh korban ditemukan banyak bekas luka yang sudah membiru,” ujar Sibon, paman korban kepada wartawan, Sabtu (14/1/2012).
Hisyam merupakan putra Syamsul Efendi, warga Dusun Bolo, Desa Bolorejo, Kecamatan Kauman, Tulungagung. Dia dijadikan tersangka dalam kasus psikotropika jenis double-l sebagai pemakai. Saat proses hukum berjalan di Polres Tulungagung, Hisyam dikenakan wajib lapor selama tiga bulan. Namun pada Kamis kemarin Hisyam dipanggil ke Kejaksaan Negeri Tulungagung. Saat diantar keluarganya ke kejaksaan itulah Hisyam kemudian ditahan.
Dia lantas dititipkan di Lapas Kelas Dua Tulungagung pada Kamis 12 Januari 2012 sekira pukul 13.00 WIB. Kemudian pada Jumat 13 Januari 2012 pukul 02.00 WIB Hisyam ditemukan penjaga lapas sudah dalam keadaan lemas.
Korban kemudian dibawa ke Rumah Sakit Umum Dokter Iskak Tulungagung, tapi nyawanya tidak tertolong. Pihak lapas tidak ada yang bisa memberikan komentar terkait hal itu, termasuk Kalapas Suherianto.
Hingga kini pihak Polres Tulungagung masih menyelidiki peristiwa kematian Hisyam dengan menunggu hasil visum dari pihak Rumah Sakit Dokter Iskak Tulungagung.
(sumber:Anang Agus Faisal/Sindo TV/ful)
Peternak Sapi Perah Tulungagung Keluhkan Keterlambatan Bekatul
Tulungagung - Sejumlah peternak sapi perah di Kecamatan Sendang dan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur mengeluhkan keterlambatan pasokan bekatul, bahan baku untuk pakan ternak mereka."Pasokan bekatul mulai langka sejak empat hari terakhir, tapi ini sudah sangat mengkhawatirkan bagi ternak-ternak kami," ujar Hamid, peternak sapi perah di Desa Sendang, Kecamatan Sendang, Selasa.
Menurut dia, keterlambatan bahan baku pakan sapi perah tersebut bisa memengaruhi kualitas susu yang dihasilkan.
Hal itu bisa terjadi lantaran nutrisi yang dibutuhkan tubuh sapi untuk memproduksi susu tidak memenuhi porsi ideal.
"Kualitas dan volumenya bisa berkurang, misalnya dalam kondisi normal bisa memproduksi 15-an liter sehari menjadi kurang dari 10 liter," terangnya.
Keluhan serupa disampaikan Wahyu Aji, peternak sapi perah di Kecamatan Pagerwojo, yang menyebut proporsi adonan pakan ternaknya terpaksa diubah lantaran minimnya ketersediaan bekatul.
Untuk menyiasati porsi pakan ternak sapi perahnya, ia tak jarang menambah ampas tahu ataupun bubur ketela yang telah dihaluskan.
"Dampak yang sama juga bisa terjadi jika pakan rumput gajah kurang. Ini seperti terjadi saat musim kering kemarau lalu. Produksi dan kualitasnya menurun banyak," ujarnya.
Baik Hamid, Wahyu Aji, maupun sejumlah peternak lain mengaku tidak tahu penyebab kelangkaan bekatul di daerahnya.
Namun beberapa peternak menduga ada masalah di jalur distribusi sehingga terjadi keterlambatan pasokan.
Bekatul biasa dipakai peternak untuk makanan pendamping sapi perah. Makanan tersebut diperlukan sebagai pendamping rumput gajah.
Saat ini harga susu sapi perah berkisar antara Rp3.400 per liter hingga Rp3.500, bergantung kualitasnya.
"Peternak berusaha menjaga kualitas susu ini. Maka dari itu kami berharap tidak ada keterlambatan soal pakan," kata Supriono, peternak sapi perah lainnya.
Untuk mengantisipasi keterlambatan, peternak di daerah Sendang dan pagerwojo biasanya saling berbagi pakan bekatul.
Dengan cara tersebut peternak tetap bisa memberikan bekatul pada sapi perah. "Pinjam dulu ke peternak yang sudah dapat kiriman. Jadi kita sama-sama menjaga," tutur Wahyudi
Tulungagung (ANTARA News) - Sebagian besar warga Desa Penjor, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, masih tak percaya dua tamu yang sehari-hari mengajar mengaji di kampung mereka adalah anggota jaringan teroris Poso yang diburu polisi.
Setelah dua terduga teroris bernama Riza dan Dayah tertembak mati di sebuah warung kopi dalam operasi Detasemen Khusus Anti-Teror (Densus) 88 Polri di Tulungagung, nama Desa Penjor jadi sering disebut.
Tidak terlalu sulit untuk mencapai perkampungan yang sempat beberapa lama disinggahi dua anggota teroris jaringan Poso ini.
Meski terpencil di lereng Gunung Wilis, perkampungan itu tidak sulit dijangkau. Jalan sepanjang menuju ke sana sudah beraspal.
Dengan sepeda motor berkecepatan normal, desa itu bisa ditempuh dalam waktu satu jam lebih dari pusat Kota Tulungagung.
Saat memasuki desa di sebelah barat laut Kota Tulungagung, aroma pegunungan langsung terasa. Hawa dingin menyeruak di antara sepoi angin yang berhembus, terasa ke dasar pori-pori kulit.
Desa itu asri, hijau, dan tenang. Dan mayoritas warganya ramah, membuat pendatang nyaman mengunjungi berkunjung.
Mungkin kultur warga pegunungan masyarakat Penjor dan sekitarnya yang membuat Riza memilih desa itu untuk bersembunyi dan mengabdikan diri sebagai pendakwah.
Tiga bulan lebih pemuda yang mengaku berasal dari daerah Gunungkidul, Yogyakarta, itu singgah di Penjor.
Mengaku jebolan salah satu pesantren di Kediri, Riza yang datang dengan niat melakukan praktik lapangan sebagai pendakwah Islam langsung diterima dengan tangan terbuka oleh komunitas Islam di Desa Penjor dan Gambiran.
Menurut penuturan Sekretaris Desa Penjor, Pranoto, keberadaan Riza cepat diterima oleh masyarakat setempat, khususnya komunitas Islam yang mayoritas anggota Muhammadiyah.
"Perilakunya baik dan di sini mengaku hanya berniat semacam PKL (praktik kerja lapangan) sebagai pendakwah atau guru ngaji, sehingga dengan cepat mendapat simpati warga," tuturnya.
Riza berhubungan baik dengan warga lokal selama tinggal tiga bulan lebih tinggal di Penjor. Ia kadang ikut kegiatan mengaji di Desa Gambiran.
Sapari (55), tokoh agama setempat dan ustad Masjid Al Jihad di Dusun Krajan, Penjor, berperan penting dalam membantu Riza beradaptasi dengan warga kampung.
"Mungkin karena terlalu baik, Pak Sapari tidak punya prasangka apa-apa mengenai motif maupun latar belakang tamunya. Beliau juga alpa melaporkan keberadaan orang asing tersebut ke desa," imbuhnya.
Kedekatan Riza dengan warga membuat sebagian warga bersedih saat dia pamit pulang untuk melanjutkan studi S-2, sepekan sebelum ia ditembak Densus 88 Antiteror di Jalan Pahlawan, Tulungagung.
Beberapa warga yang menjadi jemaah Masjid Al Jihad dan santri pengajian Al Quran di Madrasah Aisyiyah, melepas kepergian pemuda yang dikenal sebagai sosok cerdas, sabar, berpendidikan, dan agamis itu dengan kesedihan.
Riza sudah seperti anggota keluarga bagi warga di lingkungan Masjid Al Jihad maupun Madrasah Aisyiyah.
Tidak jarang Riza diundang untuk makan sahur dan berbuka puasa di rumah penduduk, termasuk keluarga Sapari.
Kecurigaan
Menurut Suparti, salah satu adik kandung Sapari, kecurigaan mulai muncul saat Riza yang telah pamit pulang untuk melanjutkan pendidikan di Bandung tiba-tiba datang lagi bersama seorang teman yang diperkenalkan dengan nama Dayah.
Orang-orang desa curiga melihat penampilan Dayah seperti pemuda urakan: berbadan kekar, rambut gimbal panjang, dan pakaian sedikit "selengekan".
"Wajahnya sangar, jadi banyak warga yang was-was, tapi tidak pernah ada yang berani bertanya," tutur Suparti.
Adik Sapari yang lain, Siwoharini, juga melihat perilaku janggal Dayah selama tiga hari dua malam menginap di desa mereka.
"Orang ini selalu membawa tas ransel kemanapun pergi. Bahkan saat shalat di masjid, tarawih, maupun sahur. Tas itu selalu dibawa dan ditaruh disampingnya seolah berisi barang yang sangat penting," tutur Siwoharini, yang dibenarkan oleh beberapa warga lain.
Meski merasa aneh, Siwoharini dan warga setempat tidak berani bertanya.
Sikap Dayah dan Riza yang selalu sopan dan bersahaja membuat warga segan untuk menanyakan hal-hal yang dianggap bukan urusan mereka.
Rasa penasaran warga terjawab setelah dua pemuda tersebut tewas tertembak dalam satu operasi penggerebekan tim Densus 88 Anti-Teror.
"Kami mendapat kabar jika mereka adalah anggota teroris yang membawa bom dalam tas ransel. Mungkin itu sebabnya tas itu selalu dibawa pemuda yang gimbal, kemanapun dia pergi dan beraktivitas," timpal suami Suparti.
Kesedihan Keluarga Sapari
Penggerebekan disertai penembakan terhadap dua terduga teroris yang kemudian diketahui sebagai Riza dan Dayah membuat warga Penjor dan Gambiran terhenyak.
Kekagetan mereka berlanjut setelah polisi menyebut dua warga Penjor dan Gambiran ikut terseret masalah, ditangkap oleh tim Densus 88 dengan tuduhan menjadi pemandu lokal komplotan teroris.
Tetangga dan keluarga merasa terpukul mendengar kabar bahwa polisi menangkap Supari, Kaur Kesra Desa Penjor, dan Mugi Hartanto (35), guru honorer yang mengajar agama Islam di SD 3 Geger, Kecamatan Sendang.
"Kami sangat terpukul mendengar kabar itu. Suami saya orang lugu, dia tidak tahu apa-apa soal terorisme maupun gerakannya," kata Sri Indartini (40), istri Sapari.
Sri mengaku baru tahu suami terseret masalah ketika polisi mendatangi rumahnya beberapa jam setelah penangkapan.
Matanya berkaca-kaca saat diminta bercerita tentang suaminya yang kini ditahan polisi entah dimana.
"Suami saya bukan teroris. Kami sama sekali tidak tahu kalau ternyata mas Dayah dan mas Rizal itu teroris," katanya.
"Waktu itu (Senin pagi, 22/7) Bapak hanya pamit mengantar mereka ke terminal bus, karena mas Riza ingin pindah dari Penjor, dan melanjutkan kuliah S-2 di Bandung," kata Sri sembari memeluk anaknya yang masih kecil.
Kesedihan juga tampak pada kedua dua adik kandung Sapari.
Mereka meminta polisi bersikap dan bertindak obyektif dalam menganalisis dugaan keterlibatan Sapari dan Mugi Hartanto dalam kejadian itu.
Menurut mereka, Sapari dan Mugi hanya warga desa biasa yang bahkan tidak pernah memiliki pemikiran Islam yang kaku, apalagi keras.
Sapari, yang sehari-hari bertani dan berkebun, tidak pernah mengajarkan jihad meski masjid mereka diberi nama Al Jihad.
"Soal itu (nama Al Jihad) ceritanya panjang, tapi yang pasti tidak berkaitan dengan masalah ini (terorisme) karena masjid tersebut dibangun sudah lama," terang Sekretaris Desa Penjor, Pranoto.
Pranoto, yang sempat mengecek langsung ke lokasi penggerebekan, mengatakan bahwa Sapari waktu itu hanya berniat mengantar tamunya pulang.
Demikian juga dengan Mugi Hartanto. Guru honorer dari Desa Gambiran, tak jauh dari Penjor, itu hanya dimintai bantuan untuk mengantar kedua tamu tersebut ke terminal Tulungagung.
Kebetulan pada saat itu Mugi akan mengurus surat-surat kendaraan bermotor.
"Mereka minta diantar ke terminal, pada pagi hari sekitar pukul 07.30 WIB. Pak Sapari hanya Ingin membantu, karena jarak Penjor ke halte bus di Tulunggung cukup jauh," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar