Gambuh
1. Rasaning tyas kayungyun, Angayomi lukitaning kalbu, Gambir wanakalawan hening ing ati, Kabekta kudu pitutur, Sumingkiring reh tyas mirong
1. Rasaning tyas kayungyun, Angayomi lukitaning kalbu, Gambir wanakalawan hening ing ati, Kabekta kudu pitutur, Sumingkiring reh tyas mirong
Tumbuhlah
suatu keinginan melahirkan perasaan dengan hati yang hening disebabkan
ingin memberikan petuah-petuah agar dapat menyingkirkan hal-hal yang
salah.
2.
Den samya amituhu, Ing sajroning Jaman Kala Bendu, Yogya samyanyenyuda
hardaning ati, Kang anuntun mring pakewuh, Uwohing panggawe awon
Diharap semuanya maklum bahwa dijaman Kala Bendu
sebaiknya mengurangi nafsu pribadi yang akan membenturkan kepada kerepotan. Hasilnya hanyalah perbuatan yang buruk.
sebaiknya mengurangi nafsu pribadi yang akan membenturkan kepada kerepotan. Hasilnya hanyalah perbuatan yang buruk.
3.Ngajapa
tyas rahayu, Nyayomana sasameng tumuwuh, Wahanane ngendhakke angkara
klindhih, Ngendhangken pakarti dudu, Dinulu luwar tibeng doh
Sebaiknya
senantiasa berbuat menuju kepada hal-hal yang baik. Dapat memberi
perlindungan kepada siapapun juga. Perbuatan demikian akan melenyapkan
angkara murka, melenyapkan perbuatan yang bukan-bukan dan terbuang jauh.
4.
Beda kang ngaji mumpung, Nir waspada rubedane tutut, Kakinthilan
manggon anggung atut wuri, Tyas riwut ruwet dahuru, Korup sinerung
agoroh
Hal
ini memang lain dengan yang ngaji pumpung. Hilang kewaspadaannya dan
kerepotanlah yang selalu dijumpai, selalu mengikuti hidupnya. Hati
senantiasa ruwet karena selalu berdusta.
5. Ilang budayanipun, Tanpa bayu weyane ngalumpuk, Sakciptane wardaya ambebayani, Ubayane nora payu, Kari ketaman pakewoh
Lenyap
kebudayaannya. Tidak memiliki kekuatan dan ceroboh. Apa yang dipikir
hanyalah hal-hal yang berbahaya. Sumpah dan janji hanyalah dibibir
belaka tidak seorangpun mempercayainya. Akhirnya hanyalah kerepotan
saja.
6.
Rong asta wus katekuk, Kari ura-ura kang pakantuk, Dandanggula lagu
palaran sayekti, Ngleluri para leluhur, Abot ing sih swami karo
Sudah tidak berdaya. Hanya tinggallah berdendang.
Mendendangkan lagu dandang gula palaran hasil karya nenek moyang dahulu kala, betapa beratnya hidup ini seperti orang dimadu saja.
Mendendangkan lagu dandang gula palaran hasil karya nenek moyang dahulu kala, betapa beratnya hidup ini seperti orang dimadu saja.
7.
Galak gangsuling tembung, Ki Pujangga panggupitanipun, Rangu-rangu
pamanguning reh harjanti, Tinanggap prana tumambuh, Katenta nawung
prihatos
Ki
Pujangga didalam membuat karyanya mungkin ada kelebihan dan
kekurangannya. Olah karena itu ada perasaan ragu-ragu dan khawatir,
barangkali terdapat kesalahan / kekeliruan tafsir, sebab sedang
prihatin.
8. Wartine para jamhur, Pamawasing warsita datan wus, Wahanane apan owah angowahi, Yeku sansaya pakewuh, Ewuh aya kang linakon
Menurut pendapat para ahli, wawasan mereka keadaan selalu berubah-ubah. Meningkatkan kerepotan apa pula yang hendak dijalankan.
9.
Sidining Kala Bendu, Saya ndadra hardaning tyas limut, Nora kena
sinirep limpating budi, Lamun durung mangsanipun, Malah sumuke angradon
Azabnya
jaman Kala Bendu, makin menjadi-jadi nafsu angkara murka. Tidak mungkin
dikalahkan oleh budi yang baik. Bila belum sampai saatnya akibatnya
bahkan makin luar biasa.
10.
Ing antara sapangu, Pangungaking kahanan wus mirud, Morat-marit
panguripaning sesami, Sirna katentremanipun, Wong udrasa sak
anggon-anggon
Sementara itu keadaan sudah semakin tidak karu-karuwan,
penghidupan semakin morat-marit, tidak ketenteraman lagi, kesedihan disana-sini.
penghidupan semakin morat-marit, tidak ketenteraman lagi, kesedihan disana-sini.
11.
Kemang isarat lebur, Bubar tanpa daya kabarubuh, Paribasan tidhem
tandhaning dumadi, Begjane ula dahulu, Cangkem silite angaplok
Segala
dosa dan cara hancur lebur, seolah-olah hati dikuasai ketakutan. Yang
beruntung adalah ular berkepala dua, sebab kepala serta buntutnya dapat
makan.
12.
Ndhungkari gunung-gunung, Kang geneng-geneng padha jinugrug, Parandene
tan ana kang nanggulangi, Wedi kalamun sinembur, Upase lir wedang umob
Gunung-gunung
digempur, yang besar-besar dihancurkan meskipun demikian tidak ada yang
berani melawan. Sebab mereka takut kalau disembur (disemprot ular)
berbisa. Bisa racun ular itu bagaikan air panas.
13.
Kalonganing kaluwung, Prabanira kuning abang biru, Sumurupa iku mung
soroting warih, Wewarahe para Rasul, Dudu jatining Hyang Manon
Tetapi
harap diketahui bahwa lengkungan pelangi yang berwarna kuning merah dan
biru sebenarnya hanyalah cahaya pantulan air. Menurut ajaran Nabi itu
bukanlah Tuhan yang sebenarnya.
14.
Supaya pada emut, Amawasa benjang jroning tahun, Windu kuning kono ana
wewe putih, Gegamane tebu wulung, Arsa angrebaseng wedhon
Agar
diingat-ingat. Kelak bila sudah menginjak tahun windu kuning (Kencana)
akan ada wewe putih (setan putih), yang bersenjatakan tebu hitam akan
menghancurkan wedhon (pocongan setan). (Sebuah ramalan yang perlu
dipecahkan).
15.
Rasa wes karasuk, Kesuk lawan kala mangsanipun, Kawises kawasanira
Hyang Widhi, Cahyaning wahyu tumelung, Tulus tan kena tinegor
Agaknya sudah sampai waktunya, karena kekuasaan Tuhan telah datang jaman kebaikan, tidak mungkin dihindari lagi.
16.
Karkating tyas katuju, Jibar-jibur adus banyu wayu, Yuwanane
turun-temurun tan enting, Liyan praja samyu sayuk, Keringan
saenggon-enggon
Kehendak
hati pada waktu tersebut hanya didasarkan kepada ketentraman sampai ke
anak cucu. Negara-negara lain rukun sentosa dan dihormati dimanapun.
17.
Tatune kabeh tuntun, Lelarane waluya sadarum, Tyas prihatin ginantun
suka mrepeki, Wong ngantuk anemu kethuk, Isine dinar sabokor
Segala
luka-luka (penderitaan) sudah hilang. Perasaan prihatin berobah menjadi
gembira ria. Orang yang sedang mengantuk menemukan kethuk (gong kecil)
yang berisi emas kencana sebesar bokor.
18.
Amung padha tinumpuk, Nora ana rusuh colong jupuk, Raja kaya
cinancangan angeng nyawi, Tan ana nganggo tinunggu, Parandene tan
cinolong
Semua
itu hanya ditumpuk saja, tidak ada yang berbuat curang maupun yang
mengambil. Hewan piraan diikat diluar tanpa ditunggu namun tidak ada
yang dicuri.
19.
Diraning durta katut, Anglakoni ing panggawe runtut, Tyase katrem
kayoman hayuning budi, Budyarja marjayeng limut, Amawas pangesthi awon
Yang
tadinya berbuat angkara sekarang ikut pula berbuat yang baik-baik.
Perasaannya terbawa oleh kebaikan budi. Yang baik dapat menghancurkan
yang jelek.
20.
Ninggal pakarti dudu, Pradapaning parentah ginugu, Mring pakaryan
saregep tetep nastiti, Ngisor dhuwur tyase jumbuh, Tan ana wahon winahon
Banyak
yang meninggalkan perbuatan-perbuatan yang kurang baik. Mengikuti
peraturan-peraturan pemerintah. Semuanya rajin mengerjakan tugasnya
masing-masing. Yang dibawah maupun yang diatas hatinya sama saja. Tidak
ada yang saling mencela.
21.Ngratani
sapraja agung, Keh sarjana sujana ing kewuh, Nora kewran mring caraka
agal alit, Pulih duk jaman runuhun, Tyase teteg teguh tanggon
Keadaan
seperti itu terjadi diseluruh negeri. Banyak sekali orang-orang ahli
dalam bidang surat menyurat. Kembali seperti dijaman dahulu kala.
Semuanya berhati baja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar